SEJARAH SINGKAT KEDIRI
I.
JAMAN KERAJAAN
Diantara dua masa kerajaan di Jawa Tengah, berdiri pusat
kerajaan baru di Jawa Timur. Hal ini kita ketahui dari sebuah prasasti bertahun
726 Saka (840 M) yaitu “PRASASTI HARINJING” di desa Sukabumi Kec. Kepung Kab.
Kediri. Prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan huruf Kawi
(Jawa Kuno).
Pada tahun 928 sewaktu pemerintahan Mpu Sendok tanah air
kita terbagi atas dua daerah yang berpengaruh, yaitu sebelah barat dibawah
pengaruh Sriwijaya, sedang sebelah Timur dibawah pengaruh Mataram.
Mpu Sendok seorang bangsawan dari Mataram mendirikan
kerajaan baru di Jawa Timur, dengan gelar RAKAI HINO MPU SENDOK SRI ICANA
WIKRAMADHARMA TUNGGADEWA (929-947 M), ibukota negara Icana tidak jelas, tetapi
kira-kira di Loceret Nganjuk (ini ditandai dengan ditemukannya Candi Lor) pada
tahun 929-1222 M.
Setelah Mpu Sendok meninggal tahun 947 M diganti oleh
putranya Sri Isyana Tunggawijaya yang kawin dengan Lokapala dan kemudian
diganti oleh putranya Sri Makutawangsa Whardana. Selanjutnya pada tahun
990-1007 yang menjadi raja adalah Sri Dharmawangsa Teguh Ananta Wikrama
Tunggadewa. Pada waktu pemerintahan Dharmawangsa memutuskan perhatiannya pada
politik luar negeri, membina kerajaan maritim yang kuat dan berusaha menguasai
perdagangan di lautan. Pada tahun 1007 ketika Dharmawangsa sedang mengadakan
pesta perkawinan putrinya dengan Airlangga, tiba-tiba istana diserbu dan
dibakar. Dharmawangsa mati terbunuh. Sedangkan Airlangga dapat meloloskan diri
dari peristiwa itu dengan diiringi oleh Narotama, kemudian hidup selama 4 tahun
dihutan dekat Wonogiri.
A.
PEMERINTAHAN
AIRLANGGA
Pada tahun 1019 atas permintaan beberapa Adipati dan kaum
Brahmana yang masih setia, Airlangga diangkat menduduki kembali tahta. Ia bertahta
dan bergelar CRIMAHARAJA RAKELAHU CRILO-KESWARA DHARMAWANGSA AIRLANGGA ANANTA
WIKRAMA-TUNGGADEWA. Pada masa pemerintahannya , Airlangga menyatukan
daerah-daerah kerajaan Dharmawangsa yang telah pecah-belah akibat pengaruh
Sriwijaya.
-
Memindahkan ibukota kerajaan dari Wuwutan Mas ke Kahuripan kembali.
-
Mengadakan perbaikan sistem pengadilan
dengan menghapus hukuman siksa diganti hukuman denda.
-
Memajukan pertanian dengan mendirikan
pematang-pematang besar di desa dari Wringin Sapta pada sungai Brantas, sehinga
desa dan sawah-sawah terhindar dari banjir, Bandar Ujung Galuh dekat Surabaya
menjadi Makmur.
-
Memperhatikan dan memajukan perdagangan
baik didalam maupun diluar negeri ke Champa, India Utara dan India Selatan.
-
Memerintahkan menyalin buku Mahabarata
kedalam bahasa Jawa Kuno sehingga rakyat dapat membaca dan terpengaruh oleh
peradaban Hindu. Mpu Kanwa menyalin buku Arjuna Wiwaha sebagai lambang
perkawinan Airlangga, dan Gatot Kaca Sraya.
-
Mendirikan pertapaan yang indah di
Pucangan, serta memperbaiki tempat-tempat suci.
Sesuai dengan kehidupan orang Hindu, Airlangga ingin
memenuhi kewajibannya yaitu menjadi pertapa, dan sebelum mengundurkan diri pada
tahun 1041 ia membagi kerajaanmenjadi dua bagian untuk kedua putranya.
Adapun pembagian kerajaan sebagai berikut :
1. Bagian
Timur : Kerajaan Jenggala denga
ibukota Kahuripan meliputi
daearah
Surabaya, Malang dan Besuki.
2. Bagian
Barat : Kerajaan
Panjalu atau Kadiri
meliputi daerah Kediri, Madiun
dengan ibukota Dahapura.
Ketika Airlangga menjadi pertapa terkenal dengan nama
JATIWINDRA atau MAHARESI GENTAYU hingga akhir hidupnya tahun 1049. Abu
jenasahnya dimakamkan dilereng Gunung Peanggungan.
B.
KERAJAAN KADIRI
Mungkin raja-raja Jenggala tidak cakap, sehingga tidak
seberapa lama Jenggala tidak terdengar lagi, adapun kerajaan Panjalu menjadi
lebih terkenal dengan nama DHAHA letak ibukota kira-kira di kota Kediri
sekarang ini. Pada pertengahan abad ke-11 mulailah sejarah kerajaan Kadiri, SRI
JAYAWARSA sebagai raja pertama memerintah pada tahun 1104-1115 M.
-
KAMISWARA menggantikan Sri Jayawarsa ia
memerintah pada tahun 1115-1130 M, untuk mengakhiri pertentangan dengan
Jenggala, ia kawin dengan SRI KIRANA (sebagai perkawinan politik). Pada jaman
pemerintahannya hidup pujangga termasyur yaitu Mpu Dharmaja mengarang kitab
Semara Dahana dan Mpu Tanakung mengarang Kitab Lubdaka dan Wertasantya.
-
SRI JAYABAYA memerintah pada tahun
1135-1157 M, yang terkenal sebagai pujangga dan sering dihubungkan dengan buku
Jayabaya, pada jamannya hidup dua pujangga yaitu Mpu Sedah yang menyalin buku
Bharatayuda dari Mahabarata yang kemudian diselesaikan oleh Mpu Panuluh.
Setelah Jayabaya, kerajaan Dhaha diperintah oleh antara lain
:
- Sarwosworo pada tahun 1159-1161
- Aryosworo pada tahun 1171-1174
- Gandra pada tahun 1181
- Kamesworo
II pada tahun 1182-1185
Raja Kadiri terakhir adalah KERTAJAYA yang memerintah pada
tahun 1185-1222 M, ia memerintah dengan sewenand-wenang hingga timbul
pemberontakan yang melemahkan kerajaan. Seperti pertentangan-pertentangan
antara Kertjaya dengan golongan Pendeta.
Golongan Pendeta menyingkir ke Tumapel (Ken Arok) dan
selanjutnya mengadakan pemberontakan. Penyerangan Tumapel (Ken Arok) pada tahun
1222 telah meruntuhkan kerajaan Kadiri, mulailah tahta kerajaan diduduki oleh
Ken Arok dan Kerajaan dipindah ke Singosari.
Waktu Kerajaan Singosari di pegang oleh Kertanegara, maka
Pemerintahan Kartanegara berhasil :
-
Mempersatukan Nusantara
-
Pembinaan menjadi Negara Maritim yang teguh
-
Membantu perkembangan agama Syiwa dan
Budha
-
Dengan berkembangnya kekuasaan Singosari
menimbulkan kecurigaan negara-negara sekitarnya, lebih-lebih kerajaan Mongol
(Cina) dibawah Kaisar Kubilai Khan, yang ingin merebut tanah air kita.
Pada tahun 1280 Kubilai Khan mengirim utusan ke Singosari
untuk minta pengakuaan kekuasaan yang dipertuankanke pada Singosari. Dengan
tegas Singosari menolak permintaan Kubilai Khan sebagai Maharaja yang
dipertuan, penolakan ini berarti konfrontasi melawan kerajaan Cina.
Sewaktu pemikiran Kartanegara dipusatkan untuk menghadapi
kerajaan Cina, Jayakatwang keturunan Raja Kadiri (Kertajaya) tetap bercita-cita
merebut kembali tahta kerajaan dari tangan Singosari. Pada tahun 1292 M,
meletuslah pemberontakan menyerbu Singosari dan dapat merebut tahta kerajaan
dan memindahkan pusat kerajaan kembali ke Kadiri.
Dalam penyerangan tersebut Kartanegara tewas dalam
pertempuran, sedangkan R. Wijaya dapat melarikan diri ke Utara dan menyeberang
ke Madura diterima oleh Arya Wiraraja.
Pada tahun 1293 Kubilai Khan mengirim pasukan ke Jawa untuk
membalas penghinaan kartanegara, dalam kesempatan ini R. Wijaya menggunakan
siasat bersekutu dengan pasukan Cina yang akan menghukum Kartanegara, dialihkan
untuk menyerang Jayakatwang di Kadiri, akhirnya Jayakatwang menyerah dan
ditahan hingga meninggal.
Selanjutnya pasukan Cina dihancurkan oleh pasukan R. Wijaya
dengan meninggalnya Jayakatwang runruhlah kerajaan Kadiri, keruntuhan ini
seakan-akan mengakhiri sejarah kerjaan Kadiri dan sejarah beralih pada jaman
keemasan kerajaan Majapahit.
II.
JAMAN PENJAJAHAN HINDIA BELANDA
A.
Kedatangan bangsa Belanda di Indonesia
Belanda yang
berdagang di Lisbon untuk mengambil barang dagangan yang didatangakan dari
Asia Selatan oleh bangsa Portugis pada tahun 1580 menghadapi kesukaran, karena
kesukaran-kesukaran tersebut Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Hautman
datang ke Indonesia (Banten) pada tahun 1596.
Dalam hal ini Belanda mendapat rintangan dari orang-orang
Portugis sehingga mereka berusaha untuk mempersatukan pedagang-pedagang Belanda
dal satu badan perdagangan yaitu VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) pada
tahun 1602. Pada tahun 1799 VOC mengalami kerugian besar sehingga dibubarkan.
Segala hal dan kewajibannya diambil oleh Pemerintah Republik Bataaf (Bataafsche
Republik) pada tahun 1799-1807.
Pada tahun 1807 Republik Bataafsche dihapus oleh Kaisar
Napoleon Bonaparte dan diganti bentuknya menjadi Kerajaan Belanda (Koninkrijk
Holland), dengan perubahan ketatanegaraan ini menyebabkan Indonesia menjadi
bagian Kerajaan Belanda.
B.
Selanjutnya khusus mengenai kota Kediri mulai tahun 1906
Berdasarkan Staasblad no. 148 tertanggal 1 maret 1906, mulai
berlaku tanggal 1 April 1906 dibentuk Gemeente Kediri sebagai tempat kedudukan
Resident Kediri, sifat pemerintahan otonom terbatas dan sudah mempunyai
Gemeente Road sebanyak 13 orang, yang terdiri atas 8 orang golongan Eropa dan
yang disamakan, 4 orang Pribumi (Inlander) dan 1 orang Bangsa Timur Asing, dan
berdasarkan Stbl No. 173 tertanggal 13 Maret 1906 ditettapkan anggaran keuangan
sebesar f. 15.240 dalam satu tahun, pada tanggal 1 Nopember 1928 berdasarkan
Stbl No. 498 menjadi Zelfstanding Gemeenteschap mulai berlaku tanggal 1 Januari
1928 (menjadi otonom penuh).
Meskipun telah dibentuk “de Gemeente kediri” pemerintah
dalam negeri ata de Algemene bestuursvoering tidak dipegang oleh Gemeente
Kediri tetepi dipegang oleh Het Inlandeche Bestuur yang dipimpin oleh Regent
Van kediri (Bupati) wewenang gemeente Bestuur hanya meliputi pengurusan got-got
dalam kota, pungutan karcis pasar, pemeliharaan jalan kota dan pungutan penneng
sepeda.
Pemerintah umum dipegang oleh Assisten Wedono dan Bupati.
Jadi tidak ada hubungan heararchis didalam pemerintahan umum dengan Bestuur
hanya merupakan hubungan kerja dan kepamongprajaan dipegang oleh Bupati kediri.
III.
JAMAN PENDUDUKAN JEPANG
Setelah Belanda menyerah kepada Jepang pada tanggal 10 Maret
1942, maka Kota Kediri pun mengalami perubahan pemerintahan. Karena wilayah
kerja Gemeente Kediri yang begitu kecil dan tugasnya sangat terbatas oleh
pemerintah Jepang daerahnya diperluas menjadi daerah kota sekarang daerah
Kediri Shi dikepalai oleh Shicho.
Kediri Shi terdiri dari 3 Son dikepalai oleh Shoncho Son itu
terdiri dari beberapa Ku dikepalai Kucho Pemerintahan Kediri Shi dipimpin oleh
seorang Shicho (Walikotamadya) tidak saja menjalankan pemerintahan otonomi
tetapi juga menjalankan algemeen bestuur (Pemerintahan Umum). Hanya di bidang
otonomi tidak didampingi oleh DPRD. Wewenang penuh ditangan Kediri Shicho.
IV.
PERIODE JAMAN KEMERDEKAAN
Dengan dijatuhkannya bom atom di Hirosyma dan Nagasaki pada
tanggal 6 Agustus 1945 dan 9 Agustus
1945, pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu tanpa syarat.
Dengan penuh kesabaran disertai keberanian dan bertekad “lebih baik mati
berkalang tanah daripada dijajah” setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan
kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945 muncullah di Kediri Syodancho Bismo
(Mayor Bismo) bersama-sama tokoh Gerakan Pemuda beralihlah kekuasaan Pemerintah
dari tangan Jepang. Pertemuan besar-besaran dikalangan tokoh masyarakat Kediri
dengan pemuda bertempat di Perguruan Taman Siswa (Jl. Pemuda No. 16 kediri)
dengan pokok pikiran :
a.
Perlu segera diumumkan sikap pernyataan
Daerah RI dan aparatur Pemerintah RI
b.
Segera melucuti senjata bala tentara
Jepang
Sikap yang tidak ragu-ragu diteruskan dengan pertemuan yang
dihadiri oleh perwakilan tokoh masyarakat, pejabat-pejabat dan exponen
bersenjata di Gedung Nasional Indonesia (GNI).
Mayor Bismo mengawali masuk dan membimbing Fuko Cho Kan Alm.
Abdul Rochim Pratolikrama dan ditengah-tengah gelora massa mengumumkan
kesediaanya berdiri dibelakang Pemerintah RI dan mengangkat diri sebagai
Resident RI Daerah RI. Massa Rakyat dengan pimpinan Mayor Bismo dengan disertai
teriakan “Merdeka-Merdeka-Merdeka” menyerang markas Ken Pe Tai (Jl. Brawijaya
27), kemudian dilangsungkan perundingan. Sebagai hasil perundingan, Jepang
menurunkan benderanya dan diganti bendera Merah Putih.
Source: brinkster.com/kediri
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar!!!