Ini orang gila sekolah, atau memang punya niatan untuk memotivasi orang
lain agar rajin sekolah atau kuliah yah...Ternyata ada orang Indonesia
yang punya gelar akademis banyak bener....sampai namanya aja gak ada
apa-apanya panjangya dibandingkan dengan gelarnya.
Hitung sebentar gelar di belakang nama Anda? Satu, dua, atau tiga? Buat
Welin Kusuma, gelarnya tidak cukup jika dihitung dengan sepuluh jari
tangan. Pasalnya, dia punya 18 gelar akademis dan profesi. Dia butuh
waktu 13 tahun untuk mengumpulkan gelar-gelar itu di berbagai kampus di
Surabaya.
Welin Kusuma, 31, mengeluarkan satu per satu ijazah dari dalam tas
ranselnya. Saat ditata di atas meja, tinggi tumpukan ijazah itu hampir
sejengkal. Maklum, pria asal Kendari tersebut memiliki 18 gelar akademis
dan profesi. Rinciannya, dia menyandang delapan gelar sarjana, tiga
gelar magister, dan tujuh gelar profesi.
”Ini salinan sertifikat Muri (Museum Rekor-Dunia Indonesia) yang saya
dapatkan April lalu,” tutur Welin yang ditemui di Hotel Mercure,
Surabaya, kemarin (12/10). Pada penghargaan itu, tertulis nama Welin
Kusuma ST, SE, SSos, SH, SKom, SS, SAP, SStat, MT, MSM, MKn, RFP-I,
CPBD, CPPM, CFP, AffWM, BKP, QWP. Saking panjangnya gelar yang
menyertai, nama tersebut sampai ditulis dalam tiga baris.
Welin telah mengurutkan gelar-gelar tersebut sesuai dengan periode
pendidikan yang ditempuhnya mulai 1999– 2012. Setelah lulus dari SMAN 1
Kendari, dia langsung melanjutkan ke jurusan teknik industri di Ubaya
pada 1999. Lima tahun kemudian, dia mendapatkan gelar sarjana teknik
(ST) pada 2004.
Saat semester lima di jurusan teknik industri atau pada 2001, Welin
mengambil jurusan ekonomi manajemen di STIE Urip Sumoharjo. Pada 2002
dia mengikuti perkuliahan di jurusan ilmu hukum Unair dan jurusan
administrasi negara di Universitas Terbuka (UT). Seolah haus dengan
dunia pendidikan, pada tahun yang sama Welin mengambil jurusan teknik
informatika di Sekolah Tinggi Teknik Surabaya (STTS).
”Pada 2003 saya mengambil jurusan sastra Inggris di UK Petra,” tutur
pria kelahiran Makassar itu. Dia juga menempuh pendidikan S-1 di
Universitas Terbuka pada jurusan administrasi publik dan statistik.
Pendidikan magister teknik industri ditempuhnya di ITS pada 2004. Welin
kemudian meraih gelar magister sains manajemen (MSM) dan magister
kenotariatan (MKn) di Universitas Airlangga (Unair). Pria 31 tahun
tersebut sengaja mengambil program magister di perguruan tinggi negeri
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih bermutu.
Pendidikan profesi yang pernah dia dapatkan adalah registered financial
planner Indonesia (RFP-I), certified professional in brand development
(CPBD), certified professional in product management (CPPM), certified
financial planner (CFP), affiliate wealth manager (AffWM), bersertifikat
konsultan pajak (BKP), qualified wealth planner (QWP), dan certified
professional human resource (CPHR). ”Gelar profesi itu berkaitan dengan
manajemen, keuangan, dan perpajakan,” urainya.
Selama menjalani pendidikan tersebut hampir tiap tahun, dia menempuh
sampai seratus SKS tiap pekan. Bahkan, dia pernah menempuh 111 SKS dalam
satu semester genap pada periode Februari–Agustus 2003. Saat itu Welin
menempuh kuliah di lima jurusan S-1 sekaligus. Yakni, teknik industri
Ubaya (9 mata kuliah/MK-24 SKS), ekonomi manajemen STIE Urip Sumoharjo
(4 MK-11 SKS), administrasi negara UT (10 MK-28 SKS), teknik informatika
STTS (9 MK-25 SKS), dan hukum Unair (7 MK-23 SKS).
Welin memperoleh rekor Muri yang kedua atas 111 SKS yang ditempuhnya.
Penghargaan tersebut dia dapatkan pada Agustus lalu. Dia menuturkan,
setiap hari dirinya mengikuti kuliah mulai pukul 07.00 dan baru selesai
pada pukul 22.00. Bahkan, pada Sabtu dan Minggu dia juga mengambil
kuliah. Misalnya, jurusan ilmu hukum di Unair yang dia tempuh di kelas
ekstensi.
Padatnya jadwal kuliah itu membuat dia pontang-panting dari satu kampus
ke kampus lain. Bahkan, dia harus pintar-pintar menyesuaikan jadwal
perkuliahan pada satu jurusan agar tidak bertabrakan dengan jadwal
kuliah di jurusan lain. ”Saya sediakan buku khusus untuk mencatat jadwal
kuliah agar lebih cermat,” tutur pria berkacamata tersebut.
Namun, sepandai-pandainya mengatur jadwal, anak kedua di antara tiga
bersaudara itu menemui jadwal yang benar-benar mepet. Saat itu, pada
2003, dia mengambil kuliah di jurusan sastra Inggris UK Petra dan teknik
komputer STTS. Di UK Petra ada jam kuliah mulai pukul 13.30–15.30. Pada
hari yang sama di STTS dia harus mengikuti kuliah pada pukul
15.00–18.00.
Dengan terpaksa Welin harus izin untuk keluar kelas dari perkuliahan UK
Petra pada pukul 15.00. Dia pun memacu kendaraannya dari Jalan
Siwalankerto untuk segera mengikuti kuliah di STTS, Jalan Ngagel Jaya
Tengah. Dia baru bisa masuk ke dalam kelas itu pukul 15.35. Karena batas
toleransi keterlambatan hanya 30 menit, dia tidak diperkenankan masuk
ruang kuliah. ”Selama satu semester itu saya terlambat empat kali.
Untung, masih batas toleransi,” tuturnya.
Lantaran kuliah di beberapa tempat yang berbeda, Welin beberapa kali
bertemu dengan dosen yang sama. Dosen tersebut memang mengajar di dua
kampus berbeda. ”Dosen itu jadi ingat terus sama saya,” ceritanya lantas
tertawa.
Anak pasangan Onny Kusuma-Sisilia Chandra tersebut telah menuntaskan
semua pendidikan yang dia tempuh. Terakhir, dia baru saja menyelesaikan
kuliah di jurusan teknik informatika STTS pada 2012. Itu pendidikan
paling lama yang dia tempuh, yakni sepuluh tahun. Dia menuturkan, cukup
sulit lulus dari STTS karena harus bisa membuat aplikasi yang bagus dan
teruji. ”Saya memang tidak mau main-main dengan tugas akhir saya. Harus
bagus,” tegasnya.
Dia pernah mendapatkan surat peringatan akan dikeluarkan dari STTS
karena tak segera menyelesaikan studi. Surat yang sama pada awal 2011
itu juga dia terima saat menempuh pendidikan magister sains manajemen di
Unair. Namun, akhirnya Welin berhasil menyelesaikan studi di magister
sains manajemen pada September 2011. Di STTS dia telah yudisium pada
Februari lalu. ”Waktu dapat surat peringatan DO (drop out, Red) itu,
saya sempat down. Pusing,” ucapnya.
Welin mengungkapkan, minatnya untuk menempuh aneka pendidikan tersebut
didorong keinginan untuk menjadi konsultan. Cita-cita itu telah muncul
sejak kecil. ”Konsultan apa? Hmmm, konsultan yang terintegrasi,”
tuturnya.
Dalam bayangannya, seorang konsultan terintegrasi bisa memberikan
pandangan dari banyak perspektif. Mulai hukum, ekonomi, hingga keuangan.
Saat ini dia menjadi konsultan pajak lantaran punya gelar BKP.
Namun, pekerjaan resmi yang dia tekuni sekarang adalah bidang sistem
informasi pada sebuah perusahaan di kawasan Rungkut Industri. Welin
mengaku pernah pula bekerja di bidang properti dan perbankan. ”Dari
bekerja itu pula biaya pendidikan saya tanggung sendiri,” ucapnya. Dia
membiayai sendiri sebagian besar pendidikan yang dia tempuh sejak 2004.
Setelah 13 tahun menempuh pendidikan dan mendapatkan 18 gelar itu, Welin
berencana menempuh pendidikan lagi. Dia ingin mengambil program
doktoral. Namun, sama dengan tahapan pendidikan di tingkat sarjana dan
magister, Welin tak mau main-main dengan kampus yang dipilih. ”Mau cari
yang negeri atau yang bagus. Tetapi, saya masih menyesuaikan jadwal
kerja,” katanya.
Sebenarnya, dia baru saja memperoleh gelar profesi CPHR (certified
professional human resource). Jadi, bisa dibilang gelar Welin kini
menjadi 19 buah. ”Saya ingin berbagi dengan orang lain. Mungkin semacam
memberikan motivasi,” terangnya.
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar!!!